Minggu, 28 Desember 2008

“Bakau Habis, Nafkahpun Hilang”

        Bagi siapa saja yang pernah datang ke Desa Jaring Halus, khususnya diera 90-an hingga tahun 2000 masih bisa melihat dan menikmati indahnya hamparan hutan bakau yang tumbuh mengitari kawasan pulau Jaring Halus dan beberapa kawasan daratan di sekitarnya. Rasa nyaman akan terasa ketika kapal motor yang kita tumpangi melintasi pinggiran-pinggiran pantai menuju Pulau Jaring Halus yang ditumbuhi ribuan bahkan jutaan pohon bakau yang tumbuh dengan subur dan rindang. Tapi apa yang kita lihat kini? Kesedihan dan keprihatinanlah yang terasa karena hutan-hutan bakau kini sudah tak kelihatan indah lagi seperti dulu. Lokasi lahan bakau sudah rusak parah dirambah oleh banyak pihak yang tidak memperdulikan kelestarian alam disekitarnya. Pantai Paluh Tongkang yang ada di Dusun I Desa Jaring Halus menjadi salah satu bukti parahnya tindakan pengerusakan hutan bakau yang dilakukan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab. 
        Kawasan hutan bakau seluas 4 Ha itu kini hanya dipenuhi lumpur-lumpur dan beberapa batang pohon bakau yang sudah tak memiliki daun dan ranting. Menurut Pak Jihar, salah seorang penduduk Desa Jaring Halus dan merupakan ketua kelompok nelayan tangkul yang kini menjadi komunitas dampingan YSKD, bahwa kerusakan hutan bakau di kawasan Jaring Halus semakin diperparah oleh peristiwa tsunami yang melanda kawasan NAD dan Sumatera Utara pada tahun 2004. 
        Rusaknya puluhan bahkan ratusan hektar tanaman bakau (mangrove) di sekitar kawasan pantai desa Jaring Halus ternyata memberi dampak negatif yang cukup besar terhadap masyarakat khususnya nelayan desa Jaring Halus yang selama ini menggantungkan hasil tangkapan mereka berupa kepiting bakau, udang dan kerang dari lahan tanaman bakau tersebut. Akibat kerusakan bakau yang sangat parah, nelayan akhirnya harus kehilangan pendapatan dari pohon bakau yang selama ini menjadi tempat kepiting, udang dan kerang tinggal dan bertelur. 
        Bagi penduduk Desa Jaring Halus yang sebahagian besar penduduknya bekerja sebagai nelayan, tanaman bakau sangat berguna sekali bagi kehidupan mereka, selain berdampak positif bagi upaya mengatasi ancaman bencana yang disebabkan oleh terjangan ombak dan angin puting beliung juga memberi manfaat untuk peningkatan hasil tangkapan nelayan karena tanaman bakau merupakan tempat bertelur dan berlindung bagi kepiting, udang, ikan dan kerang. Dan umumnya, bakau menjadi tempat penangkapan kepiting bagi nelayan tangkul. Kepiting bakau memiliki rasa yang sangat enak bila dihidangkan sehingga hanya dikonsumsi oleh orang yang berkantong tebal. Selain menguntungkan bagi nelayan tangkul (penangkap kepiting), juga menguntungkan bagi nelayan ambai (penangkap udang) dan nelayan pancing (penangkap ikan). 
        Untuk mengatasi kerusakan hutan bakau yang semakin parah, maka YSKD bekerjasama dengan kelompok Perempuan dan Laki-laki Nelayan Tangkul Desa Jaring Halus telah mengadakan kegiatan penanaman Bakau (Mangrove) di kawasan pantai Paloh Tongkang, Dusun I, desa Jaring Halus. Kegiatan yang diikuti sekitar 35 orang warga dusun I desa Jaring Halus dihadiri kaum laki-laki, perempuan dan anak-anak. Kini sebahagian lahan bekas tanaman bakau seluas 4 Ha itu telah ditanami 30.000 batang bibit bakau danmasih dibutuhkan sekitar 70.000 – 100.000 batang lagi bibit bakau untuk bisa menanami seluruh lahan. Sementara itu, menurut pendapat kelompok perempuan nelayan Tangkul, bahwa kegiatan penanaman bakau ini harus rutin dilakukan agar bisa mengatasi masalah kerusakan lingkungan yang terjadi di desa Jaring Halus. Bila masyarakat masih terus melakukan penebangan bakau secara liar, maka bencana akan tetap mengancam kehidupan warga desa Jaring Halus. Dengan semangat, para ibu anggota kelompok perempuan nelayan Tangkul yang turut terlibat dalam kegiatan itu menyatakan komitment mereka untuk turut bersama suami (kelompok laki-laki) bekerjasama dalam melakukan penanaman bakau.

)* Paul M.Simanjuntak (CO YSKD - SUMUT)

Tidak ada komentar: