Jumat, 26 Juni 2009

Rabu, 24 Juni 2009

“Pasti Selamat”

        Suhu udara pagi itu masih cukup dingin saat aku akan meninggalkan Medan menuju Desa Jaring Halus. Sejak tadi malam kayaknya seluruh kota Medan diguyur hujan hingga pagi harinya, karena itu suhu sangat dingin tidak seperti hari-hari biasanya. 
      Sejenak aku memeriksa kondisi sepeda motor bebekku. Kutekan staternya agar mesinnya hidup. Baru kemaren aku sepeda motornya aku service supaya lebih nyaman menempuh perjalanan selama 1,5 jam ke Batang Buluh, dermaga kapal menuju Jaring Halus. Hari ini aku memang mengagendakan kunjungan ke Jaring Halus sekaligus mempersiapkan rencana kegiatan Votter Education untuk kelompok perempuan dampingan YSKD di sana.
        Kegiatan ini merupakan kerjasama dengan ELECTION MDP, sebuah sub komisi Program Pengembangan Demokrasi di UNDP. Kegiatan ini dilakukan sebagai bagian dari sosialisasi PEMILU 2009 di Indonesia. Kebetulan ELSAKA sebagai salah satu LSM mitra YSKD memberikan kepercayaan kepada saya untuk memfasilitasi kegiatan tersebut di 15 Desa di 3 Kabupaten termasuk desa-desa dampingan YSKD. Waktu sudah menunjukkan pukul 07.30 WIB. Aku harus segera berangkat agar bisa mengejar jadwal kapal yang akan berangkat ke Jaring Halus. Rencana aku akan menumpang kapal trip kedua yang akan berangkat pukul 10.00 WIB karena biasanya kapal trip pertama sudah Berangkat pukul 07.30 WIB. Kupakai jaket tebal dan helm full faceku untuk menghindari suhu udara yang dingin. 
        Aku kemudian meninggalkan rumah dan melajukan sepedamotorku menuju Batang Buluh. Perjalanan yang masih disertai hujan rintik-rintik aku tempuh perlahan karena kondisi jalan yang cukup licin aku tidak berani memacu sepeda motorku lebih cepat. Tak terasa 40 menit kemudian aku sudah tiba di Stabat dan seperti biasa kalau ke Jaring Halus, aku selalu menyempatkan diri singgah di kedai lontong Mak Ijah yang letaknya tidak jauh dari terminal angkutan menuju Batang Buluh yang biasa digunakan warga Jaring Halus kalau datang dan pulang. Kedai mak Ijah kelihatan sangat ramai pengunjung karena banyak orang yang biasanya sarapan disana sebelum berangkat kerja. Lagipula lontong mak Ijah kelihatannya sangat terkenal disekitar tempat itu dan akupun mengakuinya karena rasanya yang berbeda dengan lontong sayur yang biasa kumakan di Medan. Aku kemudian memarkirkan sepedamotorku di depan kedai Mak Ijah. Ia tersenyum hangat, sepertinya ia sudah melihat kedatanganku. Ia menyapaku dengan ucapan selamat pagi dan mempersilahkan aku untuk duduk. Tanpa kukomando, pesanan lontong sayurku ditambah 2 buah bakwan dan telor mata sapi sudah ada didepanku. Aroma santan yang masih panas dan mengepulkan asap tercium sangat harum hingga membuatku tak sabar untuk menikmati lontong sayur itu. Mak Ijah hanya tersenyum melihatku sambil menghantar segelas teh manis ke mejaku. 
        Sekejap saja, lontong sayur itu sudah berpindah ke perutku. Terasa kenyang dan tak bisa melupakan nikmatnya sarapan pagi itu. Aku menolehkan pandanganku ke arah terminal untuk melihat angkutan bercat kuning yang akan berangkat ke Batang Buluh. Salah satu angkutan kelihatan sudah diisi dengan barang-barang belanjaan penumpang yang berasal dari Jaring Halus. Hampir tak ada tempat yang kosong di atas atap angkutan karena sebahagian barang-barang disusun diatasnya, hingga satu setengah meter tingginya. Aku hanya bisa berdecak kagum dengan kemampuan angkutan itu, juga kepada sopir yang nantinya akan mengendarainya ke Batang Buluh. 
        Itu adalah pemandangan yang biasa terjadi karena pada umumnya warga Jaring Halus selalu menggunakan angkutan itu kalau selesai berbelanja di Stabat. Aku segera membayar lontong sayurku dan bergegas menghidupkan sepedamotorku untuk segera berangkat ke Batang Buluh. Mak Ijah selalu tahu kalau aku akan ke Jaring Halus karena saat pertama kali makan di kedainya aku sudah memberitahu kepergianku ke Jaring Halus. Aku kemudian meninggalkan kedai Mak Ijah dan sengaja memperlambat jalan sepedamotorku di depan terminal untuk melihat apakah angkutan ke Batang Buluh sudah mulai berjalan? Ternyata belum, karena angkutan masih belum berisi banyak penumpang. Sambil menikmati udara pagi, aku memacu sepedamotorku perlahan karena perjalanan yang akan kutempuh ke Batang Buluh cuma sekitar 40 menit. Kondi jalan raya menuju Batang Buluh sudah sangat baik karena sudah terbuat dari lapisan hotmix. Hanya jalan menuju dermaga saja yang masih berlapis batu, tetapi tidak begitu mengganggu perjalanan. Tiba di Batang Buluh, aku menuju warung Pak Haji tempat kami biasa memarkirkan sepeda motor. Pak Haji kelihatan sedang duduk bersantai di salah satu sudut ruangan warungnya sambil menonton televisi. Ada juga anak perempuan dan lelakinya disitu serta seorang balita. Mungkin itu cucunya melihat usia pak Haji yang menurutku sudah berkepala lima. “Sendiri saja pak Juntak?, katanya menyapaku saat sepedamotor kunaikkan ke dalam warungnya. “Ia pak Haji”, jawabku sambil melihat sekeliling kalau-kalau sepedamotor pak Sys sudah disana. Ternyata benar, sepedamotor pak Sys, program manager CTP di Jaring Halus sudah diparkirkan di warung itu, berarti pak Sys sudah ada di Jaring Halus saat ini. Sambil menunggu kapal yang akan berangkat pukul 10.00 WIB, aku memesan segelas kopi untuk menghangatkan badan. Pak Haji yang bertubuh gemuk itu memerintahkan anaknya untuk membuatkan kopi pesananku. Pak Haji kemudian duduk dan menikmati acara di televisi yang kelihatan adalah acara kesukaannya. Saat kopi pesananku selesai diantar, angkutan yang membawa penumpang dan belanjaannya sudah tiba di Batang Buluh. Banyak sekali barang belanjaan yang dibawa, bahkan menutupi kursi penumpang. Jumlah penumpang yang diangkutnyapun hanya sekitar 8 orang saja mungkin karena ketiadaan tempat. Dengan cekatan salah satu anggota Bang Udin, pengemudi kapal yang akan membawa kami ke Jaring Halus segera naik ke atas kap angkutan dan menurunkan seluruh barang-barang belanjaan itu. Dengan dibantu 2 orang temannya, barang-barang belanjaan itu kemudian disusun kembali dengan rapi diatas atap kapal. Tak sampai 20 menit, barang-barang belanjaan penumpang yang ada diatas angkutan sudah berpindah ke atas kapal. “Ligat sekali mereka”, kataku dalam hati. Waktu sudah menunjukkan pukul 10.20 WIB, bang Udin kemudian menghidupkan mesin kapal. Walau kadang ada rasa takut didalam hatiku menaiki kapal kecil ini, apalagi perangkat keselamatan yang tidak ada serta kondisi kapal yang terbuat dari kayu itu kelihatan sudah mulai tua dimakan usia. Namun aku bergegas naik ke atas kapal disusul penumpang yang lain. Karena semua penumpang sudah naik, “kenek” kapal bang Udin kemudian menggeser kapal dari dermaga dan mesinpun mulai mengepulkan asap mengeluarkan tenaga untuk mendorong kapal melaju menuju Jaring Halus. Saat kapal bergeser, terjadi goyangan yang cukup kuat membuat aku sempat berteriak. Orang-orang hanya tersenyum melihat aku, padahal kejadian itu sudah hal yang biasa mereka hadapi kalau menaiki kapal itu. Meskipun cuaca mendung, tetapi kondisi gelombang air sungai menuju lautan bebas itu tidak begitu besar. Kapalpun melaju menuju lautan bebas. Kapal melaju dengan kecepatan sedang. Orang-orang sepertinya sangat menikmati perjalanan hingga tak satupun kelihatan berbicara satu sama lain. Lagipula suara mesin kapal sangat kuat terdengar dan asap sesekali masuk kedalam kapal membuat orang terbatuk-batuk. Seorang bapak yang kelihatan sudah ingin menikmati rokoknya, mulai bergeser duduknya kearah belakang. Ia berdiri dan naik ke atas atap kemudian menyusuri sedikit jalan yang ditutupi barang-barang bawaan penumpang. Tak lama ia sudah duduk santai dibelakang kapal. Ia kemudian mengeluarkan rokok kretek berwarna putih dan menyalakan apinya. Asap kemudian keluar dari mulutnya dan ada kepuasan diwajahnya. Aku melihat bang Udin dengan tenang memegang kemudi kapal. Sudah lama kudengar bang Udin mengemudikan kapal menuju Jaring Halus dan dari pengalamannya, sekalipun belum pernah mengalami kecelakaan. Inilah yang membuat penumpang sangat tenang. Perjalanan menuju desa Jaring Halus yang menempuh waktu sekitar 35 menit itu sudah mulai terasa dekat. Kami sudah bisa melihat barisan keramba ikan kerapu milik warga desa Jaring Halus dari kapal. Tak lama lagi kami akan sampai di dermaga Jaring Halus. Perlahan deru mesin kapal mulai terdengar menurun, pertanda kapal akan bersandar. Kapal menuju salah satu dermaga milik warga untuk menghantarkan penumpang dan barang belanjaannya. Bang Udin dengan perlahan menggeser kapalnya ke arah tangga dermaga dibantu “keneknya” yang sedari tadi sudah berdiri untuk mengikatkan tali di salah satu kayu dermaga agar kapal tidak bergeser dan bergoyang lagi. Sekilas proses itu sangat mendebarkan, karena kapal terus bergoyang karena barang-barang yang diangkat ke atas dermaga. Aku memegang salah satu tiang kapal untuk menahan tubuhku agar tidak bergeser dari tempatku duduk. Aku hanya bisa menahan rasa takutku di dalam hati karena jujur saja aku memang terlalu takut menaiki kapal yang tidak dilengkapi alat penolong seperti kapal-kapal ditempat lain. Tetapi suasana itu sebentar saja, barang-barang milik penumpang itu sudah keseluruhan diangkat, tinggal sedikit barang lagi yang tersisa. Kapal kemudian melaju lagi dengan pelan menuju dermaga umum. Disana kelihatan sudah banyak penumpang yang akan berangkat dengan kapal lain menuju Batang Buluh. 
        Aku melihat pak Sys sudah menunggu dengan diantara penumpang yang lain. Pak Sys melambaikan tangan agar aku bisa melihatnya. Aku menyambut lambaian tangan pak Sys agar ia juga bisa melihatku. Kapal sudah merapat ke dermaga, para penumpang berlompatan sehingga membuat kapal bergoyang. Aku tersentak tetapi akupun ikut melompat ke atas dermaga. Perasaanku lega karena kami telah tiba di Jaring Halus dengan selamat. Pak Sys hanya tersenyum melihat aku, mungkin dia juga tahu kalau aku sangat takut menaiki kapal itu. “Maklum, berenangpun aku tak bisa, gimana mau menyelamatkan diri kalau jatuh ke laut?”,umpatku dalam hati. Aku dan pak Sys kemudian menuju ke rumah Nur, salah satu staff CTP di Jaring Halus. Sudah lama Nur tinggal disana setelah menikah dengan bang Zul, suaminya yang bekerja sebagai nelayan di desa Jaring Halus. Mereka kini telah memiliki seorang putri. Setelah kami tiga bertemu, kamipun melanjutkan percakapan kami tentang rencana kegiatan voter education yang akan kami laksanakan di desa Jaring Halus. Meskipun suasana hatiku masih belum tenang mengingat perjalanan menaiki kapal tadi, tetapi aku tidak mau menunjukkan itu dihadapan pak Sys dan Nur agar mereka tidak khawatir padaku kalau mengundang aku datang ke desa Jaring Halus. (Dari kisah perjalanan CO menuju Jaring Halus)

Selasa, 12 Mei 2009

SIROMBU, MEDIO NOPEMBER 2007


Kebeningan Air Sungai Menuju Laut Lepas Menyejukkan Kerongkongan
Dan Tubuh Yang Letih Dalam Perjalanan Selama 5 jam dari Sirombu Menuju Gunung Sitoli


Fajar Mulai Tenggelam Ketika Singgah Di Pinggir Pantai
Menuju Ke Gunung Sitoli - Nias

PDLH WALHI DI PATRA JASA

Teman-teman aktivis NGO anggota WALHI SUMUT sedang serius berdiskusi dicelah-celah waktu break persidangan PDLH WALHI SUMUT di Hotel Patra Jasa Parapat Tahun 2007 yang lalu. Ada Gondrong sedang menghisap rokoknya, ada Jimy dan Bang Alun sedang berdiskusi.

Senin, 11 Mei 2009

RAKERNAS JKLPK INDONESIA DI TORAJA


Ternyata Toraja menyimpan sejuta keindahan yang tidak ternilai. Salah satunya tentang budaya asli yang masih tersisa hingga saat ini. Rumah-rumah adat yang sangat indah serta keramahan warga menjadi kenangan tersendiri ketika selesai mengikuti Rapat Kerja Nasional JKLPK Indonesia yang diselenggarakan di Kondoran, Toraja. Foto ini bersama teman-teman sejaringan di Indonesia.

Lahewa, Indahnya Pantaimu.....


Foto Ini diambil saat selesai melakukan Assesment di Kecamatan Lahewa, Kabupaten Nias untuk Program Penanggulangan Bencana Berbasis Masyarakat yang difasilitasi oleh Palang Merah Indonesia (PMI), International Federation of Red Cross (IFRC) bekerjasama dengan Pusat Kajian Sosial (Puska) Universitas Indonesia. Kegiatan Assesment berlangsung selama 3 minggu dibantu oleh Voulenter PMI Cabang Nias.

Indahnya Pantai Sorake


Ini fotoku saat dipercayakan oleh Konservasi Alam dan Lingkungan Hidup (KALi) sumatera Utara, sebuah NGO yang bergerak dibidang lingkungan melakukan Assesment untuk Program Penanggulangan Bencana Berbasis Masyarakat yang mendapat dukungan dari Tearfund UK pada bulan Maret 2008. Foto ini diambil ketika selesai melakukan beberapa kegiatan FGD di Kecamatan Sirombu, Kabupaten Nias.

Rabu, 25 Februari 2009

Laskar Pelangi: Cerita Tentang Mimpi dan Perjuangan. Sebuah Pembelajaran Hidup


Perasaan yang bercampur aduk..
Rasa yang terus terjaga selama kurang lebih 120 menit menyaksikan sebuah karya audio visual berjudul laskar pelangi. Satu saat aku tertawa menyaksikan pola tingkah Ikal dan teman2 yang begitu polos dan bersahaja. Saat yang lain mataku menitikkan air bening ketika aku ikut terharu pada perjuangan mereka yang begitu gigih menggapai cita..
Aku sungguh beruntung..
Walau (setidaknya menurutku) ada bagian masa kecilku yang menyerupai kehidupan anggota Laskar Pelangi, besar di kota kecil, berteman dengan teman-teman yang sebagian adalah anak-anak yatim piatu yang kurang mampu, rawa, pantai dan belukar sebagai tempat bermain, dan melewati masa kecil dengan segala cerita yang begitu membekas di ingatanku, tapi aku jauh, sangat jauh lebih beruntung dari mereka.
Kotaku tidak terlalu terpencil dan aku tidak harus bersepeda berkilo-kilo jauhnya serta tergantung pada seekor buaya untuk berangkat sekolah. Dan aku tidak perlu belajar dengan diterangi lampu kaleng bila malam. rumahku telah dilengkapi oleh aliran listrik dan diterangi cahaya lampu-lampu listrik.


Ya, aku sering bermain di rawa dan belukar dekat rumah. Tapi aku juga punya mobil-mobilan, kelereng, layang-layang serta video games untuk bermain bersama teman.
Keluargaku, walau bukan orang kaya, adalah keluarga sederhana dari kalangan menengah. Aku masih bisa memilih untuk tidak harus bersekolah di sebuah sekolah yang nyaris tutup karena tidak bisa mendapatkan minimal 10 orang murid baru.
Aku bukan pula seorang anak yang karena keadaan harus menanggung kehidupan keluargaku, karena ibuku tak ada dan ayahku mati di laut. Aku anak ke lima dari 6 bersaudara yang berayahkan seorang pegawai negeri yang sanggup membiayai keluarganya dengan takaran yang pantas.
Sungguh, aku sangat lebih beruntung..
Miris rasanya memikirkan bahwa ada bagian dari negeri ini yang begitu terlupakan. Bahwa ada anak bangsa ini yang tidak mendapatkan hak pendidikan dengan layak. Ingatlah, bahwa pendidikan adalah hak setiap anak bangsa. Pendidikan, adalah kewajiban negara untuk memenuhinya..
Bayangkan, berapa lama negara ini akan tertunda kemajuannya karena diakibatkan tidak terpenuhinya hak anak bangsa untuk mengenyam pendidikan???
Bila ada begitu banyak anak serupa lintang, berapa lama kemajuan bangsa ini akan tertunda???
satu generasi..itulah harga ketertundaannya.
satu generasi yang tertunda, berarti setidaknya 40 tahun waktu yang terbuang percuma..
mari kita berhitung kasar:
bila usia produktif dimulai pada usia 23 tahun, maka Lintang sendiri akan membutuhkan setidaknya 23 tahun untuk mulai produktif. Dan bila pada usia itu ia telah memiliki anak yang ia jaga dan perjuangkan hak-haknya (termasuk pendidikan), maka baru 23 tahun berikutnya sang anak akan produktif dan turut bersumbangsih membangun negeri.
Maka, bila tidak hanya ada satu lintang di negeri ini, wajarlah bila negeri ini begitu lambat membangun dan mensejajarkan diri dengan bangsa-bangsa lainnya..
Kisah Laskar pelangi juga memberiku pukulan telak, tepat di rasa egoku..
Aku adalah orang yang begitu bangga dengan rasa keadilan yang ada di dadaku.
Aku selalu merasa bahwa aku akan siap berada di barisan terdepan bila ada orang-orang terdekatku yang diperlakukan tidak adil.
Aku juga selalu merasa siap untuk membela (bahkan untuk mati) bila ada ketidakadilan di depanku. aku selalu merasa, dan aku dan aku dan aku….
tapi cobalah aku ingat lagi…
kemarin, saat aku membeli kebutuhan perutku di sebuah supermarket di kota ini, ada seorang bapak tua yang menjajakan opak (sejenis kerupuk) di depan pintu supermarket.
Sosok bapak itu tertangkap jelas di mataku…
lusuh, letih, sesekali menguap menandakan kantuk, dan terus mencoba menawarkan dagangannya kepada setiap yang terlihat, termasuk aku.
Sungguh, hatiku begitu iba melihatnya.. ingin aku berbagi rezeki dengannya. tapi aku ragu.
“apakah ia tidak akan tersinggung bila aku begitu saja memberikan uang kepadanya?”
“atau haruskah aku membeli dagangannya, sedangkan aku tidak begitu yakin dengan kebersihan barang yang ia jajakan?”
aku terus ragu, dan akhirnya tidak melakukan apa-apa.
kenapa aku begitu takut ia tersinggung??
kenapa tidak kubeli saja dagangannya, walau akhirnya opak itu tidak aku makan dan kuberikan kepada siapa saja yang mau??
kenapa aku ragu saat ingin kembali menghampirinya??
kenapa masih begitu panjang hitungan matematis di kepalaku mengenai berapa jumlah wajar yang bisa aku berikan padanya??
dan akhirnya, kenapa aku pergi begitu saja??
mana rasa keadilanku???
sesalku begitu terlambat dan begitu membekas….
coba aku bandingkan dengan guru-guru dalam cerita Laskar Pelangi.
mereka adalah contoh orang-orang yang ikhlas mengabdi, yang tidak terikat materi dan pejuang sejati..
Wajar adanya bila Ikal kemudian memiliki kesan begitu mendalam tentang mereka.
Wajar pula adanya bila akhirnya kesan itu mampu mendorong Andrea hirata mengisahkan pengalaman hidupnya kepada kita semua dengan begitu menginspirasi. seolah-olah kita semua adalah anggota laskar pelangi.
Maka adalah wajar pula bila aku ikut tertawa dan menitik haru..
Laskar Pelangi, mimpi, perjuangan, dan pembelajaran hidup…

dikutip dari : beingtogether.blog.friendster.com

Jumat, 09 Januari 2009

Perangkap Keterbatasan

Beberapa bulan yang lalu kami sekeluarga berlibur ke Lampung, sekedar untuk melihat dan mencoba menunggang gajah-gajah di sana. Menyaksikan mahluk terbesar yang ada di muka bumi ini merupakan hal yang sangat mengagumkan. Gajah adalah hewan mamalia yang lembut juga sangat kuat tenaganya.Seekor gajah jantan memiliki kekuatan dan mampu untuk menumbangkan sebuah pohon dan mengangkat batang kayu gelondongan hanya dengan menggunakan belalainya. Satu hal yang mengejutkan adalah tidak adanya kandang untuk gajah. Mungkin kita dapat mengurung singa, beruang dan harimau tapi tidak pernah ada kandang untuk gajah. Mengapa bisa begini? Bagaimana cara menahan mahluk yang sangat kuat ini dari niatan melarikan diri. Yang mereka lakukan hanya mengikatkan seutas tali (atau rantai tipis) ke kaki gajah dan mengikatnya ke sebuah batang yang ditancapkan ke tanah. Sekali kakinya sudah terikat, maka ia tidak akan mencoba melarikan diri lagi. Sekarang, apakah Anda pikir gajah tersebut tidak mampu menghancurkan rantai atau tali tersebut bila dia mau? Tentu saja bisa dan mampu, bahkan bisa menumbangkan sebuah pohon. Tapi mengapa dia tidak memutuskan tali tipis yang melingkar di kakinya? Jawaban yang saya dapatkan dari para pawang gajah adalah dengan membiarkan gajah-gajah tersebut percaya bahwa dia tak bisa memutuskan tali tersebut. Keadaan ini berlangsung sejak kecil… Ketika seekor bayi gajah lahir dan masih terlalu lemah untuk berjalan bahkan berdiri, mereka (para pawang) mengikat kaki gajah kecil itu ke sebuah batang yang ditancapkan ke tanah. Dan dapat dipastikan ketika bayi gajah tersebut mencoba berlari menuju induknya, ia tidak dapat memutuskan tali tersebut. Ketika ingin melarikan diri, tali itu akan menggenggam kaki gajah dan dia akan jatuh di atas tanah. Tidak jera, sang gajah akan berdiri dan mencoba kembali. Dia akan berlari menuju induknya hanya untuk mendapatkan kaki yang terikat dan badan yang terentak ke tanah. Setelah mengalami kesakitan yang berulang-ulang, suatu ketika, sang gajah tidak akan berusaha menarik rantai lagi. Pada saat itu terjadi, para pawang tahu bahwa gajah tersebut telah terkondisi untuk terperangkap sepanjang hidupnya. Saya benar-benar tertarik sekali dengan cerita sang pawang gajah, dan ketika saya menyaksikan bagaimana mahluk kuat ini diamankan hanya dengan rantai tipis yang seharusnya dengan mudahnya dapat diputuskan oleh sang gajah. Analogi cerita di atas adalah saya menyaksikan,bagaimana orang-orang yang saya temui tiap hari mengalami keterperangkapan yang sama dengan keterbatasan keyakinan mereka dan kebiasaan yang dengan mudah dapat diubah namun tidak mereka lakukan. Sebagai manusia, kita sama seperti gajah dengan berbagai macam potensi untuk mendapatkan mimpi apapun yang kita inginkan, dari menjadi seorang jutawan sampai menjadi orang yang dapat membuat perbedaan di dunia. Namun, cukup banyak orang yang dengan kemampuannya tidak berani mengambil tindakan karena mereka percaya bahwa mereka tidak dapat melakukannya. Mereka kuatir bahwa yang mereka lakukan akan gagal total. Bisa jadi sewaktu muda, mereka gagal dan jatuh berkali-kali sama seperti bayi gajah tersebut. Mungkin sewaktu mereka muda, orang tua mereka mengatakan mereka malas dan bodoh. Mungkin teman-teman mereka menjuluki mereka si kuper. Mungkin guru mereka pernah mengatakan mereka tidak dapat melakukan apa-apa. Sebagai hasil dari keadaan masa lalu, orang-orang akan berpikir bahwa mereka tidak dapat melakukan apapun. Sama seperti gajah tersebut, mereka berpikir bila aku tidak bisa melakukannya di masa lalu bagaimana bisa aku melakukannya sekarang? Di masa lalu aku seorang yang pemalas, jadi bagaimana bisa aku menjadi orang pekerja keras. Di masa lalu aku tidak percaya diri, bagaimana aku bisa percaya diri sekarang. Di masa lalu aku seorang yang menangkap pelajaran dengan lambat, sekarang bagaimana aku bisa menangkap pelajaran dengan cepat. Di masa lalu aku tidak bisa berbicara dengan baik, bagaimana aku bisa sekarang? Apa yang tidak dilihat oleh orang-orang ini adalah bahwa masa lalu tidak sama dengan masa depan. Mereka tidak menyadari sama seperti yang dialami gajah tersebut, bahwa sebenarnya mereka bukan orang yang sama lagi. Sang gajah tidak menyadari di masa lalu dia tidak memiliki kekuatan seperti yang ia miliki sekarang. Saya ingin Anda tahu bahwa tiap hari Anda akan bangun menjadi orang yang berbeda. Orang yang semakin bertambah ilmu, pengalaman dan orang yang bijaksana. Tahukah Anda bahwa jutaan sel di tubuh kita mati setiap hari dan digantikan dengan yang baru. Bila Anda telah membiarkan keyakinan dan kebiasaan yang lama merantai diri Anda, bukankah sudah saatnya menggunakan tenaga dan kemauan Anda sekarang untuk melepaskan diri dari penjara ketidakmampuan dan melangkah menuju kebebasan, sukses dan kemapanan yang memang berhak kita dapatkan. “CARI! dan Anda akan mendapatkannya. Hidup adalah untuk mencari. Jika Anda tidak mencari, Anda akan stagnan. Diam di tempat adalah langkah mundur, waktu ataupun dunia tidak akan menunggu Anda. Jadi cari, atau mati secara perlahan lahan” - Dato Vijay Eswaran - “Jika Anda membatasi pilihan hanya pada apa yang tampaknya mungkin atau masuk akal, Anda telah melepaskan diri dari apa yang sungguh-sungguh Anda inginkan, dan yang tertinggal hanyalah kompromi dan keterpaksaan” - Robert Fritz -
source: unknown