Jumat, 26 Juni 2009

Rabu, 24 Juni 2009

“Pasti Selamat”

        Suhu udara pagi itu masih cukup dingin saat aku akan meninggalkan Medan menuju Desa Jaring Halus. Sejak tadi malam kayaknya seluruh kota Medan diguyur hujan hingga pagi harinya, karena itu suhu sangat dingin tidak seperti hari-hari biasanya. 
      Sejenak aku memeriksa kondisi sepeda motor bebekku. Kutekan staternya agar mesinnya hidup. Baru kemaren aku sepeda motornya aku service supaya lebih nyaman menempuh perjalanan selama 1,5 jam ke Batang Buluh, dermaga kapal menuju Jaring Halus. Hari ini aku memang mengagendakan kunjungan ke Jaring Halus sekaligus mempersiapkan rencana kegiatan Votter Education untuk kelompok perempuan dampingan YSKD di sana.
        Kegiatan ini merupakan kerjasama dengan ELECTION MDP, sebuah sub komisi Program Pengembangan Demokrasi di UNDP. Kegiatan ini dilakukan sebagai bagian dari sosialisasi PEMILU 2009 di Indonesia. Kebetulan ELSAKA sebagai salah satu LSM mitra YSKD memberikan kepercayaan kepada saya untuk memfasilitasi kegiatan tersebut di 15 Desa di 3 Kabupaten termasuk desa-desa dampingan YSKD. Waktu sudah menunjukkan pukul 07.30 WIB. Aku harus segera berangkat agar bisa mengejar jadwal kapal yang akan berangkat ke Jaring Halus. Rencana aku akan menumpang kapal trip kedua yang akan berangkat pukul 10.00 WIB karena biasanya kapal trip pertama sudah Berangkat pukul 07.30 WIB. Kupakai jaket tebal dan helm full faceku untuk menghindari suhu udara yang dingin. 
        Aku kemudian meninggalkan rumah dan melajukan sepedamotorku menuju Batang Buluh. Perjalanan yang masih disertai hujan rintik-rintik aku tempuh perlahan karena kondisi jalan yang cukup licin aku tidak berani memacu sepeda motorku lebih cepat. Tak terasa 40 menit kemudian aku sudah tiba di Stabat dan seperti biasa kalau ke Jaring Halus, aku selalu menyempatkan diri singgah di kedai lontong Mak Ijah yang letaknya tidak jauh dari terminal angkutan menuju Batang Buluh yang biasa digunakan warga Jaring Halus kalau datang dan pulang. Kedai mak Ijah kelihatan sangat ramai pengunjung karena banyak orang yang biasanya sarapan disana sebelum berangkat kerja. Lagipula lontong mak Ijah kelihatannya sangat terkenal disekitar tempat itu dan akupun mengakuinya karena rasanya yang berbeda dengan lontong sayur yang biasa kumakan di Medan. Aku kemudian memarkirkan sepedamotorku di depan kedai Mak Ijah. Ia tersenyum hangat, sepertinya ia sudah melihat kedatanganku. Ia menyapaku dengan ucapan selamat pagi dan mempersilahkan aku untuk duduk. Tanpa kukomando, pesanan lontong sayurku ditambah 2 buah bakwan dan telor mata sapi sudah ada didepanku. Aroma santan yang masih panas dan mengepulkan asap tercium sangat harum hingga membuatku tak sabar untuk menikmati lontong sayur itu. Mak Ijah hanya tersenyum melihatku sambil menghantar segelas teh manis ke mejaku. 
        Sekejap saja, lontong sayur itu sudah berpindah ke perutku. Terasa kenyang dan tak bisa melupakan nikmatnya sarapan pagi itu. Aku menolehkan pandanganku ke arah terminal untuk melihat angkutan bercat kuning yang akan berangkat ke Batang Buluh. Salah satu angkutan kelihatan sudah diisi dengan barang-barang belanjaan penumpang yang berasal dari Jaring Halus. Hampir tak ada tempat yang kosong di atas atap angkutan karena sebahagian barang-barang disusun diatasnya, hingga satu setengah meter tingginya. Aku hanya bisa berdecak kagum dengan kemampuan angkutan itu, juga kepada sopir yang nantinya akan mengendarainya ke Batang Buluh. 
        Itu adalah pemandangan yang biasa terjadi karena pada umumnya warga Jaring Halus selalu menggunakan angkutan itu kalau selesai berbelanja di Stabat. Aku segera membayar lontong sayurku dan bergegas menghidupkan sepedamotorku untuk segera berangkat ke Batang Buluh. Mak Ijah selalu tahu kalau aku akan ke Jaring Halus karena saat pertama kali makan di kedainya aku sudah memberitahu kepergianku ke Jaring Halus. Aku kemudian meninggalkan kedai Mak Ijah dan sengaja memperlambat jalan sepedamotorku di depan terminal untuk melihat apakah angkutan ke Batang Buluh sudah mulai berjalan? Ternyata belum, karena angkutan masih belum berisi banyak penumpang. Sambil menikmati udara pagi, aku memacu sepedamotorku perlahan karena perjalanan yang akan kutempuh ke Batang Buluh cuma sekitar 40 menit. Kondi jalan raya menuju Batang Buluh sudah sangat baik karena sudah terbuat dari lapisan hotmix. Hanya jalan menuju dermaga saja yang masih berlapis batu, tetapi tidak begitu mengganggu perjalanan. Tiba di Batang Buluh, aku menuju warung Pak Haji tempat kami biasa memarkirkan sepeda motor. Pak Haji kelihatan sedang duduk bersantai di salah satu sudut ruangan warungnya sambil menonton televisi. Ada juga anak perempuan dan lelakinya disitu serta seorang balita. Mungkin itu cucunya melihat usia pak Haji yang menurutku sudah berkepala lima. “Sendiri saja pak Juntak?, katanya menyapaku saat sepedamotor kunaikkan ke dalam warungnya. “Ia pak Haji”, jawabku sambil melihat sekeliling kalau-kalau sepedamotor pak Sys sudah disana. Ternyata benar, sepedamotor pak Sys, program manager CTP di Jaring Halus sudah diparkirkan di warung itu, berarti pak Sys sudah ada di Jaring Halus saat ini. Sambil menunggu kapal yang akan berangkat pukul 10.00 WIB, aku memesan segelas kopi untuk menghangatkan badan. Pak Haji yang bertubuh gemuk itu memerintahkan anaknya untuk membuatkan kopi pesananku. Pak Haji kemudian duduk dan menikmati acara di televisi yang kelihatan adalah acara kesukaannya. Saat kopi pesananku selesai diantar, angkutan yang membawa penumpang dan belanjaannya sudah tiba di Batang Buluh. Banyak sekali barang belanjaan yang dibawa, bahkan menutupi kursi penumpang. Jumlah penumpang yang diangkutnyapun hanya sekitar 8 orang saja mungkin karena ketiadaan tempat. Dengan cekatan salah satu anggota Bang Udin, pengemudi kapal yang akan membawa kami ke Jaring Halus segera naik ke atas kap angkutan dan menurunkan seluruh barang-barang belanjaan itu. Dengan dibantu 2 orang temannya, barang-barang belanjaan itu kemudian disusun kembali dengan rapi diatas atap kapal. Tak sampai 20 menit, barang-barang belanjaan penumpang yang ada diatas angkutan sudah berpindah ke atas kapal. “Ligat sekali mereka”, kataku dalam hati. Waktu sudah menunjukkan pukul 10.20 WIB, bang Udin kemudian menghidupkan mesin kapal. Walau kadang ada rasa takut didalam hatiku menaiki kapal kecil ini, apalagi perangkat keselamatan yang tidak ada serta kondisi kapal yang terbuat dari kayu itu kelihatan sudah mulai tua dimakan usia. Namun aku bergegas naik ke atas kapal disusul penumpang yang lain. Karena semua penumpang sudah naik, “kenek” kapal bang Udin kemudian menggeser kapal dari dermaga dan mesinpun mulai mengepulkan asap mengeluarkan tenaga untuk mendorong kapal melaju menuju Jaring Halus. Saat kapal bergeser, terjadi goyangan yang cukup kuat membuat aku sempat berteriak. Orang-orang hanya tersenyum melihat aku, padahal kejadian itu sudah hal yang biasa mereka hadapi kalau menaiki kapal itu. Meskipun cuaca mendung, tetapi kondisi gelombang air sungai menuju lautan bebas itu tidak begitu besar. Kapalpun melaju menuju lautan bebas. Kapal melaju dengan kecepatan sedang. Orang-orang sepertinya sangat menikmati perjalanan hingga tak satupun kelihatan berbicara satu sama lain. Lagipula suara mesin kapal sangat kuat terdengar dan asap sesekali masuk kedalam kapal membuat orang terbatuk-batuk. Seorang bapak yang kelihatan sudah ingin menikmati rokoknya, mulai bergeser duduknya kearah belakang. Ia berdiri dan naik ke atas atap kemudian menyusuri sedikit jalan yang ditutupi barang-barang bawaan penumpang. Tak lama ia sudah duduk santai dibelakang kapal. Ia kemudian mengeluarkan rokok kretek berwarna putih dan menyalakan apinya. Asap kemudian keluar dari mulutnya dan ada kepuasan diwajahnya. Aku melihat bang Udin dengan tenang memegang kemudi kapal. Sudah lama kudengar bang Udin mengemudikan kapal menuju Jaring Halus dan dari pengalamannya, sekalipun belum pernah mengalami kecelakaan. Inilah yang membuat penumpang sangat tenang. Perjalanan menuju desa Jaring Halus yang menempuh waktu sekitar 35 menit itu sudah mulai terasa dekat. Kami sudah bisa melihat barisan keramba ikan kerapu milik warga desa Jaring Halus dari kapal. Tak lama lagi kami akan sampai di dermaga Jaring Halus. Perlahan deru mesin kapal mulai terdengar menurun, pertanda kapal akan bersandar. Kapal menuju salah satu dermaga milik warga untuk menghantarkan penumpang dan barang belanjaannya. Bang Udin dengan perlahan menggeser kapalnya ke arah tangga dermaga dibantu “keneknya” yang sedari tadi sudah berdiri untuk mengikatkan tali di salah satu kayu dermaga agar kapal tidak bergeser dan bergoyang lagi. Sekilas proses itu sangat mendebarkan, karena kapal terus bergoyang karena barang-barang yang diangkat ke atas dermaga. Aku memegang salah satu tiang kapal untuk menahan tubuhku agar tidak bergeser dari tempatku duduk. Aku hanya bisa menahan rasa takutku di dalam hati karena jujur saja aku memang terlalu takut menaiki kapal yang tidak dilengkapi alat penolong seperti kapal-kapal ditempat lain. Tetapi suasana itu sebentar saja, barang-barang milik penumpang itu sudah keseluruhan diangkat, tinggal sedikit barang lagi yang tersisa. Kapal kemudian melaju lagi dengan pelan menuju dermaga umum. Disana kelihatan sudah banyak penumpang yang akan berangkat dengan kapal lain menuju Batang Buluh. 
        Aku melihat pak Sys sudah menunggu dengan diantara penumpang yang lain. Pak Sys melambaikan tangan agar aku bisa melihatnya. Aku menyambut lambaian tangan pak Sys agar ia juga bisa melihatku. Kapal sudah merapat ke dermaga, para penumpang berlompatan sehingga membuat kapal bergoyang. Aku tersentak tetapi akupun ikut melompat ke atas dermaga. Perasaanku lega karena kami telah tiba di Jaring Halus dengan selamat. Pak Sys hanya tersenyum melihat aku, mungkin dia juga tahu kalau aku sangat takut menaiki kapal itu. “Maklum, berenangpun aku tak bisa, gimana mau menyelamatkan diri kalau jatuh ke laut?”,umpatku dalam hati. Aku dan pak Sys kemudian menuju ke rumah Nur, salah satu staff CTP di Jaring Halus. Sudah lama Nur tinggal disana setelah menikah dengan bang Zul, suaminya yang bekerja sebagai nelayan di desa Jaring Halus. Mereka kini telah memiliki seorang putri. Setelah kami tiga bertemu, kamipun melanjutkan percakapan kami tentang rencana kegiatan voter education yang akan kami laksanakan di desa Jaring Halus. Meskipun suasana hatiku masih belum tenang mengingat perjalanan menaiki kapal tadi, tetapi aku tidak mau menunjukkan itu dihadapan pak Sys dan Nur agar mereka tidak khawatir padaku kalau mengundang aku datang ke desa Jaring Halus. (Dari kisah perjalanan CO menuju Jaring Halus)