Rabu, 25 Februari 2009

Laskar Pelangi: Cerita Tentang Mimpi dan Perjuangan. Sebuah Pembelajaran Hidup


Perasaan yang bercampur aduk..
Rasa yang terus terjaga selama kurang lebih 120 menit menyaksikan sebuah karya audio visual berjudul laskar pelangi. Satu saat aku tertawa menyaksikan pola tingkah Ikal dan teman2 yang begitu polos dan bersahaja. Saat yang lain mataku menitikkan air bening ketika aku ikut terharu pada perjuangan mereka yang begitu gigih menggapai cita..
Aku sungguh beruntung..
Walau (setidaknya menurutku) ada bagian masa kecilku yang menyerupai kehidupan anggota Laskar Pelangi, besar di kota kecil, berteman dengan teman-teman yang sebagian adalah anak-anak yatim piatu yang kurang mampu, rawa, pantai dan belukar sebagai tempat bermain, dan melewati masa kecil dengan segala cerita yang begitu membekas di ingatanku, tapi aku jauh, sangat jauh lebih beruntung dari mereka.
Kotaku tidak terlalu terpencil dan aku tidak harus bersepeda berkilo-kilo jauhnya serta tergantung pada seekor buaya untuk berangkat sekolah. Dan aku tidak perlu belajar dengan diterangi lampu kaleng bila malam. rumahku telah dilengkapi oleh aliran listrik dan diterangi cahaya lampu-lampu listrik.


Ya, aku sering bermain di rawa dan belukar dekat rumah. Tapi aku juga punya mobil-mobilan, kelereng, layang-layang serta video games untuk bermain bersama teman.
Keluargaku, walau bukan orang kaya, adalah keluarga sederhana dari kalangan menengah. Aku masih bisa memilih untuk tidak harus bersekolah di sebuah sekolah yang nyaris tutup karena tidak bisa mendapatkan minimal 10 orang murid baru.
Aku bukan pula seorang anak yang karena keadaan harus menanggung kehidupan keluargaku, karena ibuku tak ada dan ayahku mati di laut. Aku anak ke lima dari 6 bersaudara yang berayahkan seorang pegawai negeri yang sanggup membiayai keluarganya dengan takaran yang pantas.
Sungguh, aku sangat lebih beruntung..
Miris rasanya memikirkan bahwa ada bagian dari negeri ini yang begitu terlupakan. Bahwa ada anak bangsa ini yang tidak mendapatkan hak pendidikan dengan layak. Ingatlah, bahwa pendidikan adalah hak setiap anak bangsa. Pendidikan, adalah kewajiban negara untuk memenuhinya..
Bayangkan, berapa lama negara ini akan tertunda kemajuannya karena diakibatkan tidak terpenuhinya hak anak bangsa untuk mengenyam pendidikan???
Bila ada begitu banyak anak serupa lintang, berapa lama kemajuan bangsa ini akan tertunda???
satu generasi..itulah harga ketertundaannya.
satu generasi yang tertunda, berarti setidaknya 40 tahun waktu yang terbuang percuma..
mari kita berhitung kasar:
bila usia produktif dimulai pada usia 23 tahun, maka Lintang sendiri akan membutuhkan setidaknya 23 tahun untuk mulai produktif. Dan bila pada usia itu ia telah memiliki anak yang ia jaga dan perjuangkan hak-haknya (termasuk pendidikan), maka baru 23 tahun berikutnya sang anak akan produktif dan turut bersumbangsih membangun negeri.
Maka, bila tidak hanya ada satu lintang di negeri ini, wajarlah bila negeri ini begitu lambat membangun dan mensejajarkan diri dengan bangsa-bangsa lainnya..
Kisah Laskar pelangi juga memberiku pukulan telak, tepat di rasa egoku..
Aku adalah orang yang begitu bangga dengan rasa keadilan yang ada di dadaku.
Aku selalu merasa bahwa aku akan siap berada di barisan terdepan bila ada orang-orang terdekatku yang diperlakukan tidak adil.
Aku juga selalu merasa siap untuk membela (bahkan untuk mati) bila ada ketidakadilan di depanku. aku selalu merasa, dan aku dan aku dan aku….
tapi cobalah aku ingat lagi…
kemarin, saat aku membeli kebutuhan perutku di sebuah supermarket di kota ini, ada seorang bapak tua yang menjajakan opak (sejenis kerupuk) di depan pintu supermarket.
Sosok bapak itu tertangkap jelas di mataku…
lusuh, letih, sesekali menguap menandakan kantuk, dan terus mencoba menawarkan dagangannya kepada setiap yang terlihat, termasuk aku.
Sungguh, hatiku begitu iba melihatnya.. ingin aku berbagi rezeki dengannya. tapi aku ragu.
“apakah ia tidak akan tersinggung bila aku begitu saja memberikan uang kepadanya?”
“atau haruskah aku membeli dagangannya, sedangkan aku tidak begitu yakin dengan kebersihan barang yang ia jajakan?”
aku terus ragu, dan akhirnya tidak melakukan apa-apa.
kenapa aku begitu takut ia tersinggung??
kenapa tidak kubeli saja dagangannya, walau akhirnya opak itu tidak aku makan dan kuberikan kepada siapa saja yang mau??
kenapa aku ragu saat ingin kembali menghampirinya??
kenapa masih begitu panjang hitungan matematis di kepalaku mengenai berapa jumlah wajar yang bisa aku berikan padanya??
dan akhirnya, kenapa aku pergi begitu saja??
mana rasa keadilanku???
sesalku begitu terlambat dan begitu membekas….
coba aku bandingkan dengan guru-guru dalam cerita Laskar Pelangi.
mereka adalah contoh orang-orang yang ikhlas mengabdi, yang tidak terikat materi dan pejuang sejati..
Wajar adanya bila Ikal kemudian memiliki kesan begitu mendalam tentang mereka.
Wajar pula adanya bila akhirnya kesan itu mampu mendorong Andrea hirata mengisahkan pengalaman hidupnya kepada kita semua dengan begitu menginspirasi. seolah-olah kita semua adalah anggota laskar pelangi.
Maka adalah wajar pula bila aku ikut tertawa dan menitik haru..
Laskar Pelangi, mimpi, perjuangan, dan pembelajaran hidup…

dikutip dari : beingtogether.blog.friendster.com